You are hereArtikel Misi / Misionaris Terbang Melintasi Hutan

Misionaris Terbang Melintasi Hutan


Tujuh belas hari di atas sampan dan dikerumuni banyak nyamuk saat mengarungi sungai di tengah hutan yang penuh dengan ular beracun dan buaya. Itulah yang dialami para misionaris saat mereka melintasi hutan belantara -- penginjil abad dua puluh yang terlatih secara profesional benar-benar terhambat oleh sarana transportasi yang primitif. Tidak heran jika adanya pesawat terbang untuk membantu pekerjaan misionaris dianggap sebagai anugerah oleh mereka yang merasa terbantu.

Sebelum Perang Dunia II, ada sejumlah organisasi misi yang memunyai pesawat terbang pribadi, yang dikendalikan oleh para pilot dengan tingkat pengalaman yang berbeda dan memiliki riwayat hidup yang berbeda-beda pula. Salah satu pilot yang paling menarik perhatian adalah Walter Herron, seorang misionaris dari Australia yang pergi ke Bolivia pada tahun 1933 untuk mengabarkan Injil kepada suku Indian. Pada tahun 1938, ia menikah, tapi tidak lama kemudian istrinya meninggal saat melahirkan anak mereka yang pertama, Robert, yang hampir tidak bisa bertahan hidup dalam lima hari perjalanan menelusuri hutan. Ironisnya dalam perjalanan tersebut, Herron melihat sebuah pesawat -- satu-satunya di Bolivia -- terbang di atasnya. Seketika itu terlintas dalam pikirannya bahwa transportasi semacam itu mungkin bisa menyelamatkan istrinya pada waktu itu.

Herron kembali ke Australia dengan mimpi untuk mengembangkan jasa penerbangan bagi dirinya sendiri dan misionaris lain di Bolivia. Tapi saat ia mengikuti sekolah penerbangan, ia langsung dikatai bahwa ia tidak akan pernah dapat menjadi pilot. Puncaknya, organisasi misi tempatnya bekerja menolak mentah-mentah proposalnya. Tapi ia tidak menyerah. Ia pergi ke Amerika Serikat, mendaftar pada sebuah kursus penerbangan dan membeli sebuah pesawat terbang. Kemudian pada tahun 1941, ia kembali ke Bolivia dan siap memulai pelayanan penerbangan melintasi hutan hanya dengan bekal pengalaman 51 jam terbang. Selama lebih dari dua puluh tahun, Herron menjalani pelayanan itu, dan pada tahun 1961, anaknya, Robert bergabung dengannya. Tapi kemudian pada tahun 1964, sebuah tragedi terjadi. Dalam sebuah penerbangan rutin, pesawatnya jatuh di Bolivia dan menewaskan Walter serta tiga penumpangnya.

Pelayanan Herron dalam bentuk penerbangan melintasi hutan adalah suatu hal yang tak lazim. Banyak misionaris yang kesulitan untuk mendapat jasa seperti yang ia sediakan. Tapi menjelang Perang Dunia II, jasa penerbangan itu berkembang sebagai suatu bidang khusus, bukan lagi sebagai pekerjaan sambilan. Biaya yang mahal untuk membeli dan mengoperasikan pesawat terbang, serta keahlian yang dibutuhkan untuk menerbangkan pesawat melintasi medan yang sulit, meyakinkan banyak pemimpin misi bahwa transportasi udara harus ditangani oleh ahli, yang mampu melayani banyak misionaris.

Kebutuhan itulah yang mendorong dibangunnya organisasi jasa penerbangan untuk para misionaris di California pada tahun 1944 yang diberi nama Christian Airmen`s Missionary Fellowship, yang kemudian menjadi Mission Aviation Fellowship. Organisasi yang hampir sama mulai muncul di Britania Raya, dan beberapa tahun kemudian Australian MAF didirikan. Organisasi ini dipimpin oleh seorang penerbang Kristen yang memiliki latar belakang militer. Organisasi ini bertujuan untuk memberikan teknik-teknik terbaru dan pelatihan terbaik dalam bidang penerbangan untuk misionaris. Pada tahun 1950-an, MAF dikenal sebagai penyedia jasa untuk misionaris yang sangat dibutuhkan. Sekarang, MAF memunyai dua belas organisasi nasional yang berbeda di daerah-daerah strategis di seluruh dunia. Pesawatnya yang berjumlah 120 buah terbang sejauh sekitar tiga puluh juta mil setiap tahunnya dan melayani belasan misionaris di 22 negara.

Meski MAF memiliki peranan penting, organisasi ini sepertinya tidak dapat memenuhi permintaan yang semakin banyak. Hasilnya, organisasi penerbangan lain didirikan. Yang terbesar dan paling strategis bernama JAARS (Jungle Aviation and Radio Service, yang merupakan cabang dari Wycliffe Bible Translators dan Summer Institute of Linguistics). Merasa perlu, organisasi misi lain seperti New Tribes Mission, Sudan Interior Mission, Africa Inland Mission, dll. memunyai fasilitas penerbangan sendiri. Banyak juga golongan agama yang mengikuti jejak mereka. The Seventh-Day Adventists, meski menentang penggunaan pesawat terbang secara luas, sekarang memunyai lebih dari seratus pesawat yang melayani para misionaris di seluruh dunia. Jika ditotal, ada sekitar lima puluh organisasi misi dan golongan agama yang sekarang menjalankan program penerbangan sendiri.

Sejak awal, penerbangan untuk misionaris selalu menggunakan pesawat kecil dan ringan untuk jarak dekat yang bisa mendarat di landasan darurat atau air. Beberapa organisasi misi mencoba untuk meningkatkan fasilitas penerbangan mereka menjadi penerbangan internasional untuk mengantar para misionaris ke dan dari tempat tujuan. Hal ini dilakukan kerena mereka menyadari bahwa mereka tak akan pernah menang bersaing dengan keselamatan dan biaya penerbangan komersil. Sekarang, helikopter, walaupun membutuhkan biaya yang mahal dalam pembelian dan pengoperasiannya, semakin banyak digunakan di tempat-tempat terpencil. Kehadiran helikopter membuat mereka tidak perlu membuat landasan selama berbulan-bulan.

Selain MAF dan fasilitas penerbangan milik organisasi misi dan golongan agama, penerbangan bagi misionaris juga melibatkan banyak pilot independen, sering disebut "circuit riders" (pilot perjalanan keliling) yang bekerja di bawah biro transportasi udara masing-masing. Biro penerbangan seperti itu sangat membantu daerah Artik, di mana transportasi udara untuk misionaris sudah menggantikan peran kereta es yang ditarik oleh sekawanan anjing. Misionaris independen dan misionaris yang bekerja di bawah suatu organisasi, seperti Arctic Missions dan Eskimo Gospel Crusade sangat terbantu oleh kehadiran pesawat terbang.

Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa penerbangan bagi misionaris sudah merevolusi misi-misi kekristenan dalam beberapa dekade terakhir. Berminggu-minggu dan berbulan-bulan perjalanan yang berat sudah menjadi fenomena masa lalu dan tidak ada lagi misionaris yang terisolasi di daerah terpencil selama berbulan-bulan tanpa fasilitas kesehatan yang dibutuhkan, makanan segar, dan kiriman surat. Sekarang, seorang pilot hanya membutuhkan waktu enam minggu untuk menjelajahi banyak tempat yang jumlahnya sama dengan yang dijelajahi David Livingstone di Afrika seumur hidupnya. Bahkan kesehatan dan hubungan keluarga pilot itu pun tetap terjaga. Sejak empat dekade yang lalu, beberapa pemimpin misi mungkin sudah menyadari manfaat penerbangan untuk para misionaris yang melakukan tugas yang luar biasa, yaitu penginjilan dunia. (t/Dian)

Judul buku : From Jerusalem To Irian Jaya
Judul asli : Missionary Flying Over Jungles
Penulis : Ruth A. Tucker
Penerbit : Academie Books, Grand Rapids, Michigan 1988
Hal : 393 -- 395

e-JEMMi 32/2007