You are hereArtikel Misi / Menjadi Pemimpin 2

Menjadi Pemimpin 2


Para pemimpin seharusnya memiliki keberanian untuk menghadapi kompleksitas dan berbagai divisi dalam gereja dan di ladang misi. Gereja terbagi, dan situasi seperti ini tidak akan banyak berubah. Gereja-gereja individu, organisasi-organisasi, atau bahkan seluruh kota mungkin bersatu, namun tidak seluruh gereja. Bahkan proyek-proyek yang diharapkan dapat menyatukan kita seperti AD 2000, ditentang oleh banyak orang dan menyebabkan perpecahan. Sejarah menunjukkan bahwa kebanyakan pertumbuhan gereja terjadi di tengah-tengah ketegangan dan perpecahan. Marilah kita mengakui kebenaran situasi ini. Anak-anak muda sangat menginginkan keterbukaan ini dari para pemimpin mereka. Terdapat bermacam kebutuhan akan keterbukaan yang lebih luas dalam gereja, dan hal ini akan memecahkan rantai legalisme yang sangat merugikan dalam memperluas Kerajaan Allah. Suatu sudut pandang yang naif mengenai tingkat persatuan dalam gereja, kadang-kadang terjadi dari sebuah kegagalan untuk menghargai kekompleksitasan yang ekstrem dari gereja dan masyarakat di mana gereja itu ada. Operation Mobilisation adalah sebuah organisasi besar yang rumit di luar kemampuan pemahaman saya, dan itulah mengapa organisasi ini dijalankan oleh sebuah tim yang berisi para pemimpin, yang diharapkan berada di bawah arahan Roh Kudus. Anda bisa yakin bahwa masih terdapat banyak kebodohan manusia yang lainnya.

Immoralitas seksual adalah sebuah wilayah yang memiliki bahaya besar untuk para pemimpin rohani. Tentu saja, siapa pun dapat menjadi sasaran godaan untuk wilayah ini dan tidak seorang pun yang meragukan kekuatannya. Namun, banyaknya pemimpin dalam gereja dan misi mendapati pelayanan mereka diruntuhkan oleh imoralitas seksual. Semua pemimpin adalah target musuh. Inilah salah satu serangannya yang paling ampuh dan serangan halus pada pikiran mereka, dan mungkin pernikahan mereka.

Pada awal pelayanan saya yang dipengaruhi oleh keberanian Billy Graham pada masalah ini, saya telah berbicara dengan tegas dari firman Tuhan tentang hal ini. Lagi dan lagi, kami telah membawa pemimpin muda dan potensial pada ayat 2 Timotius 2:22, "Sebab itu jauhilah nafsu orang muda, kejarlah keadilan, kesetiaan, kasih dan damai bersama-sama dengan mereka yang berseru kepada Tuhan dengan hati yang murni."

Kami telah mendistribusikan jutaan buku mengenai masalah ini, dan ribuan orang telah menulis atau bersaksi tentang bagaimana mereka telah dibantu. Tahun lalu, ketika sebuah buku yang berjudul, "When Good Men are Tempted", yang ditulis oleh Bill Perkins sampai ke tangan saya, saya menyadari bahwa itu adalah sebuah dinamit rohani dan kami telah menyebarkannya ke seluruh penjuru dunia. Kami tahu Tuhan sedang menggunakannya. Buku Lois Mowday, "The Snare", dalam beberapa hal bahkan lebih penting, terutama untuk orang yang berada dalam sebuah pelayanan.

Sebagai pemimpin, kita harus menyadari rasa frustasi yang datang dari keterbatasan, dari kelemahan, dan kemanusiaan kita, demikian juga dengan orang-orang yang bekerja dengan kita. Kadang-kadang saya merasa bahwa saya sedang mengendarai sebuah mobil Mercedes Benz baru pada sebuah jalan raya Jerman yang ramai, dengan kecepatan 15 mil/jam. Sebagai orang yang percaya pada pentingnya sebuah hubungan dan memberdayakan orang lain, saya harus sadar bahwa saya mungkin tidak mampu melaju dengan kecepatan yang saya inginkan sebagai seorang pemimpin. Orang dengan semangat dan tujuan harus menerima bahwa kelemahan mereka dan orang lain harus diakui dan diperhitungkan. Ada waktu-waktu di mana para pemimpin harus bergerak cepat, menjadi kuat, dan tegas dengan orang. Ada waktu lain di mana para pemimpin harus mengurangi kecepatan, mundur, dan menunggu Tuhan dan sering kali umat-Nya juga. Tanpa hal ini, bahkan dengan kecepatan rendah, kita mungkin berakhir di jalan yang salah atau bahkan keluar dari jalur dan masuk ke parit!

Saya telah menjalani perlombaan lari maraton ini selama lebih dari 44 tahun. Saya sering dibuat takjub oleh kekasaran dan juga oleh kehalusan kebanggaan diri dalam berbagai bentuk. Bahkan, sikap arogan yang mencolok tidak menjadi hal yang luar biasa di antara mereka dalam kepemimpinan. Betapa menakjubkannya ketika orang dengan jujur mengakui hal ini; tentu saja hal ini adalah salah satu pintu keluar menuju realitas dan kebangunan rohani. Perjuangan saya sendiri adalah dalam menangani kritikan yang mengungkapkan hal-hal dalam hati saya yang tidak suka saya hadapi. Untuk setiap kita, hal itu akan menjadi pergumulan yang panjang.

Realitas kasar terakhir yang ingin saya sebutkan di sini, untuk perhatian tertentu dari para pemimpin misi adalah realitas hilangnya jiwa-jiwa. Keadaan sebenarnya dari kehilangan itu mungkin masih menjadi sebuah misteri bagi kita. Namun, hal itu haruslah berlanjut menjadi sebuah motivator untuk semua orang yang terlibat dalam karya misi. John Piper, dalam bukunya "Let the Nations be Glad", pada akhir sebuah bab dengan hati-hati dia berargumen dari Alkitab untuk "supremasi Kristus sebagai pusat kesadaran iman yang menyelamatkan", mengatakan: "Jadi, saya menegaskan bahwa pengabaian terbaru akan kebutuhan universal untuk mendengar Kabar Baik keselamatan, pasti memutuskan sebuah semangat dan motivasi utusan Injil. Saya mengatakan `sebuah semangat` daripada `semangat` karena saya setuju, bahwa hilangnya jiwa manusia secara universal bukan hanya titik pusat dari motivasi misi. Melampaui semua itu adalah tujuan yang luar biasa untuk membawa kemuliaan pada Kristus."

Marilah kita secara teratur mengingatkan diri kita pada Yohanes 14:6: "Kata Yesus kepadanya: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku."

Keseimbangan dalam Hidup Seorang Pemimpin

Di hadapan semua realitas yang keras tersebut, sangat sulit untuk mencapai keseimbangan mendasar yang alkitabiah, yang menjadi tanda pemimpin yang dipenuhi Roh. Selama bertahun-tahun saya telah banyak mengajarkan tentang keseimbangan. Pada satu bagian dari Alkitab tua saya, saya membuat daftar tiga puluh pasang hal yang berlawanan, yang menurut saya harus seimbang dalam kehidupan kekristenan yang efektif; masih banyak lagi yang lain. Saya ingin menyebutkan tujuh wilayah, di mana keseimbangan relevan untuk para pemimpin Kristen yang sedang bekerja untuk memenuhi Amanat Agung.

  1. Keseimbangan antara iman dan akal sehat.

    Sering kali para pemimpin dipanggil untuk mendemonstrasikan iman yang sembrono dan berani. Sejarah misi dipenuhi dengan cerita para pemimpin seperti Amy Carmichael, Hudson Taylor, dan Jim Elliot. Tentu saja, ketika Roh Tuhan mendorong para pemimpin untuk mengambil langkah iman yang besar, maka mereka harus bergerak, dan orang-orang yang mengikuti mereka harus maju dengan mereka. Namun, harus terdapat semacam pemahaman di antara para pemimpin juga. Para pemimpin perlu memahami bahwa mereka mempersiapkan orang lain dan menyampaikan harapan mereka pada pengikutnya. Untuk alasan ini, mereka perlu sadar akan kewajiban mereka dalam mencapai tujuan yang realistis, dan mungkin mengembangkan sedikit skeptisisme akal sehat tentang hal-hal apa yang mungkin. Para pemimpin muda, dalam hal tertentu, harus menyadari bahwa iman yang sembrono, yang muncul dari sejarah misi yang hebat, sering kali berasal dari pengalaman selama bertahun-tahun, dan tentu saja setelah banyak kesalahan yang dilakukan di awal. Saya yakin bahwa banyak biografi orang Kristen tidak benar-benar jujur, ketika biografi tersebut tidak mencantumkan dosa dan kegagalan para pemimpin besar di masa lalu. Seperti yang A.W Tozer katakan:

    "Dalam pergumulan kita memercayai bahwa kita sepertinya mengabaikan kenyataan sederhana, bahwa sedikit ketidakpercayaan yang sehat kadang-kadang sangat dibutuhkan seperti halnya iman untuk memperkaya jiwa kita. Saya membahas lebih lanjut dan mengatakan bahwa kita akan melakukan sebaik mungkin untuk menangani skeptisisme yang dihormati. Hal itu akan menjauhkan kita dari ribuan rawa dan lumpur hisap, di mana orang lain yang kurang memahaminya akan terjebak. Bukanlah dosa untuk meragukan segala sesuatu, namun sangatlah fatal untuk memercayai segala sesuatu (The Root of Righteousness).

  2. Keseimbangan antara disiplin dan kebebasan.

    Anda mungkin mengutip Galatia 5:13 untuk menunjukkan bahwa kita dipanggil untuk merdeka dan saya akan setuju dengan Anda. Namun di ayat yang sama, kita juga dipanggil untuk saling melayani. Di mana ada peraturan, di situ ada pembatasan kebebasan, namun peraturan juga merupakan sebuah cara untuk menunjukkan bahwa kita ingin mempraktikkan kasih di antara kita. Cara lain untuk memerhatikan sebuah peraturan adalah melihatnya sebagai sebuah nasihat yang ditambahkan dengan kekuatan. Secara keseluruhan, anugerah tanpa disiplin dapat mengarah pada kecemaran. Para pemimpin, dengan pandangannya yang luas akan wilayah karya Allah, mungkin cenderung untuk melebih-lebihkan pentingnya berbagai peraturan. Kesadaran akan kuatnya suara penentangan yang berasal dari liberalisme, dalam dunia luas, mungkin mendorong mereka untuk melakukannya. Namun, itu mungkin juga keangkuhan pemimpin yang diikat dengan suatu cara, sehingga orang lain melakukannya sebagai sebuah peraturan. Hal itu baik karena mereka benar dalam apa yang mereka putuskan, namun mereka salah dalam cara mereka untuk berkomunikasi, dan dalam sikap mereka pada orang yang mengikutinya. Mereka yang memiliki sebuah temperamen kuat dan keyakinan yang kuat, sering hadir dalam cara yang lebih ofensif dari yang kita kira.

  3. Keseimbangan antara otoritas dan persekutuan.

    Ada kisah-kisah yang mencolok dari sejarah misi tentang otoritas yang sangat kuat dari para pemimpin misi. Baik William Booth maupun CT Studd, meminta anggota keluarga mereka sendiri untuk meninggalkan pergerakan yang mereka pimpin, karena dianggap gagal untuk mengikuti arahan dari pemimpin. Saya percaya bahwa hari ini, seperti halnya kebutuhan akan pemimpin yang kuat, terdapat juga suatu kebutuhan untuk melibatkan para anggota kelompok untuk menaati otoritas. Sebagai tambahan untuk mereka yang membuat keputusan, haruslah ada yang menasihati, mengoreksi, dan menantang; harus ada "check and balance" (pemeriksaan dan penyeimbangan) untuk menghadapi kekuasaan dari seorang pemimpin yang kuat. Dalam banyak organisasi misi, fungsi ini dilakukan oleh sebuah dewan yang beranggotakan para pengawas atau orang yang sederajat. Sejarah dan peristiwa-peristiwa masa kini menunjukkan bahwa Tuhan menggunakan berbagai susunan, gaya, dan metode kepemimpinan.

  4. Menentukan prioritas adalah sebuah tantangan yang tetap bagi para pemimpin.

    Ada banyak harapan untuk kita sehingga penggunaan waktu dengan hati-hati sangatlah esensial. Beberapa keseimbangan penting yang harus dicapai adalah antara waktu untuk sendiri dan waktu untuk orang lain; antara waktu untuk keluarga dan nonkeluarga; antara bekerja dan beristirahat; antara bekerja dan bermain; antara berdoa dan belajar Alkitab; antara bersaksi kepada orang yang belum percaya dan menolong saudara seiman.

    Temperamen memainkan bagian yang besar untuk keseimbangan ini. Tidak ada dua orang pemimpin yang pekerjaannya sama persis. Sebuah keseimbangan dalam penggunaan waktu harus dilakukan dalam situasi tertentu yang dialami seorang pemimpin. Orang yang bukan pemimpin haruslah mempertimbangkan keseimbangan ini dalam hidup para pemimpin mereka, dan harus mendukungnya dengan tidak memiliki pengharapan yang kurang realistis, yang membuat tekanan yang tidak perlu untuk para pemimpin. Kasih dan kerja sama haruslah ditekankan. Kita akan dan sedang bekerja dalam wilayah ini sepanjang sisa hidup kita.

  5. Para pemimpin diharapkan untuk berpendirian teguh dan tegas, namun ada juga kebutuhan akan adanya sebuah keseimbangan antara kualitas-kualitas tersebut dan antara kelemahlembutan dan kehancuran.

    Kehancuran berbicara lebih kuat dari pekerjaan yang tiada habisnya; hal ini tidak bisa dipalsukan. Itu artinya memosisikan diri sebagai orang yang berbuat kesalahan, mengaku salah, jujur mengakui motivasi yang salah, dan mengaku salah pada orang lain. Hal ini tidak sama dengan kegagalan untuk mengambil suatu tindakan karena takut menyebabkan masalah. Tentu saja, kesiapan pemimpin menjadi hal yang sangat penting dan mendasar untuk menjadi kemampuan melawan intimidasi. Beberapa orang sangat mahir dalam mengatakan hal-hal yang mengintimidasi orang lain dan membuat mereka merasa kurang berarti. Sebuah ayat yang membantu kita melawan hal ini adalah 2 Timotius 1:7: "Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban."

    Beberapa orang salah memahami inti pesan dari kehancuran dan telah secara konsekuen mengembangkan sebuah pemahaman yang tidak sehat tentang diri dan kepribadian mereka sendiri -- penghargaan diri yang rendah. Orang seperti itu akan sangat sulit untuk menjadi pemimpin misi, dan bahkan mungkin memiliki kesulitan untuk menjadi murid yang efektif dan motor penggerak misi. Para pemimpin akan selalu menimbulkan gejolak dan memerlukan kekuatan untuk menghadapi intimidasi yang mungkin ditimbulkan, namun mereka perlu melakukannya dengan gabungan antara sebuah kesediaan untuk terbuka, jujur, dan penuh kasih terhadap segala akibatnya. Selama 30 tahun dalam pelayanan kami, kami telah melihat Tuhan menggunakan pesan yang ditulis David Seamands, terutama melalui bukunya "Healing the Damaged Emotions", yang telah menolong banyak orang dalam pergumulan menghadapi hal ini.

  6. Keseimbangan dalam hal doktrin penting untuk pemimpin.

    Dr. Francis Schaeffer dan Dr. John Stott telah menolong saya untuk mempelajari kemurnian kasih dari doktrin kekristenan. A.W. Tozer dan banyak orang yang seperti dia, telah mengajar saya untuk menghargai pengalaman setiap hari akan kehadiran Tuhan. Kita memerlukan kedua hal itu, dan keduanya akan selalu berada dalam penekanan yang dinamis -- sebuah keseimbangan antara kehidupan dan doktrin. Bagaimanapun juga, doktrin harus dibedakan dari keyakinan pribadi dan hal-hal yang diceritakan. Banyak pemimpin berada pada posisi tertentu karena keyakinan pribadi yang sangat kuat, sehingga beberapa tugas tertentu perlu dilakukan dan beberapa titik perlu dibuat. Tidak ada yang salah dengan hal ini, namun terdapat sebuah kebutuhan untuk mengenali batas yang jelas, yang membedakan doktrin umum yang harus kita percayai, dan wilayah lain di mana ada ruang -- atau memang seharusnya ada -- untuk ketidaksetujuan. Sayangnya, banyak denominasi dan para pemimpin terintimidasi oleh kerja sama interdenominasi, karena kerja sama itu menuntut fleksibilitas dalam keyakinan dan cita-cita mereka, walaupun hal itu tidak akan mengancam doktrin Kristen yang penting dan mendasar. Sikap seperti ini biasanya disebabkan oleh sikap yang tertutup, dan dapat dipatahkan dengan membawa orang dari latar belakang yang berbeda untuk bersama-sama berdoa dan membuat keputusan. Di mana ada perbedaan doktrin yang mendasar, tentu saja ada kebutuhan untuk menghormatinya. Sering kali, akan ada kesempatan untuk berkompromi dengan penuh kasih, di mana prinsip pribadi atau organisasi dipertimbangkan, atau paling tidak ada kesempatan untuk setuju atau tidak setuju, dan pada saat yang sama bersama-sama melangkah maju.

  7. Para pemimpin memerlukan pandangan yang berimbang mengenai Tuhan.

    Saya suka pandangan berimbang mengenai Tuhan yang diberikan A.W. Tozer: "Persekutuan dengan Tuhan sangatlah menyenangkan melebihi semua yang dapat dikatakan. Dia berbicara dari hati ke hati dengan makhluk tebusannya dalam sebuah persekutuan ringan dan tanpa hambatan, yang menjadi peristirahatan dan pemulihan bagi jiwa. Dia tidak mudah tersinggung, tidak egois maupun temperamental. Dia selalu sama baik hari ini, besok, dan seterusnya. Dia tidak sulit disenangkan walaupun Dia mungkin sulit untuk dipuaskan. Dia dengan cepat menandai setiap usaha untuk menyenangkan-Nya. Kita paling menyenangkan-Nya bukan dengan susah payah membuat kita menjadi orang baik, namun dengan melemparkan diri kita ke dalam pelukan-Nya dengan segala ketidaksempurnaan kita, dan percaya bahwa Dia mengerti segala-Nya dan tetap mengasihi kita ("The Root of the Righteous"). (t\Rinto)

Diterjemahkan dari:

Judul buku : Out of the Comfort Zone: Grace! Vision! Action!
Judul asli artikel : Taking the Lead
Penulis : George Verwer
Penerbit : OM Books, Secunderabad-India 2000
Halaman : 55 -- 64

e-JEMMi 20/2012