You are hereArtikel Misi / Kekurangan Keuangan

Kekurangan Keuangan


Apakah Hal Ini Merupakan Alasan yang Sebenarnya?

Kekurangan keuangan sering kali dijadikan alasan agar gereja tidak perlu melibatkan diri dalam misi, terutama dalam negara-negara miskin di Asia. Apakah hanya orang-orang kaya saja yang sanggup memberi? Dengan kata lain, apakah gereja-gereja memerlukan "modal dasar" sebelum mereka bisa menginjil keluar secara antarbudaya dengan efektif? Jika sebuah gereja telah mengader pekerja-pekerja untuk kebun anggur Tuhan, menurut Matius 20:1-16, dari mana gereja bisa membayar ongkos hidup mereka? Dalam Matius 20:8, Tuhan kebun anggur berkata kepada penatalayannya, "Panggillah pekerja-pekerja itu dan bayarkan upah mereka ...." Bukankah hal ini menjadi sebuah tantangan bagi penatalayanan, bagi orang-orang yang mengader pekerja-pekerja?

Apakah gereja-gereja mengurung dirinya dari usaha mengader pekerja-pekerja karena takut tidak akan sanggup memikul tanggung jawab untuk menanggung mereka? Apa alasan-alasan sebenarnya di balik ini? Apa yang dilakukan gereja-gereja di Asia untuk mengatasi halangan-halangan ini? Tentu saja selalu ada pandangan ke Barat ... ke gereja-gereja Barat, organisasi-organisasi Barat untuk dana-dana tambahan, untuk memungkinkan perkara-perkara yang takkan bisa jadi tanpa itu, seperti pengutusan misi-misi Asia! Apakah ini rencana Tuhan ... atau apa kata Alkitab?

Pola Alkitabiah

Dalam 2 Korintus 8 dan 9, Paulus berusaha mengajar gereja-gereja di Akhaya mengenai "anugerah memberi". Dalam 2 Korintus 8:1-8, dia mengingatkan kita akan teladan gereja-gereja di Makedonia (terutama Tesalonika, Filipi, dan Berea) yang "sangat menderita" dan "sangat miskin", tetapi penuh sukacita dan kaya akan kemurahan (ayat 1-2). Bisa saja mereka memberikan banyak alasan untuk tidak memberikan persembahan. Tetapi, bukan demikian yang mereka lakukan, dengan pengabdian kepada Tuhan (5:5a), mereka malah "menyerahkan diri mereka ... kepada kami", yang dinyatakan dengan persekutuan mereka dengan Paulus dan dengan orang-orang suci yang memerlukan uang di Yerusalem. Sama dengan persekutuan yang ditunjukkan dalam Kisah Para Rasul 4:32, yang menyatakan bahwa "segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama", dan memberikan dengan kerelaan (ayat 3b), bahkan melampaui kemampuan mereka (ayat 3a) disertai dengan semangat dan kemauan besar (ayat 4)! Dalam 2 Korintus 8:6-8, Paulus menantang gereja-gereja Akhaya, yang di antaranya terdapat juga orang-orang Korintus yang telah ragu-ragu mengenai persoalan persembahan, supaya mereka menjadi sempurna. Benar mereka sudah berkelimpahan dalam iman, dalam perkataan dan dalam pengetahuan, dalam kesanggupan untuk membantu dan kasih terhadap Paulus, tapi mereka kurang dalam pelayanan kasih (ayat 7).

Setelah menyuguhkan pola gereja-gereja Makedonia, Paulus lalu menunjukkan kepada mereka teladan Kristus sendiri (2 Korintus 8:9), "Karena kamu telah mengenal kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya." Setelah menerima begitu banyak dari Dia, masih sanggupkah mereka menolak memberi sumbangan kepada orang-orang yang sedang kekurangan pada saat itu? Paulus mendorong mereka untuk melaksanakan apa yang mereka mulai atau rencanakan 1 tahun yang lalu, sehingga menurut kemampuan, mereka mau menyumbang guna memenuhi kebutuhan saudara-saudara lain (2 Korintus 8:10-14) dengan sasaran mengadakan persamaan. Dengan demikian, mereka tidak menjilat lidah. Sekali lagi, dalam 2 Korintus 9:1-5, Paulus menghimbau kesediaan mereka untuk menyelesaikan apa yang mereka mulai. Dalam 2 Korintus 5:6 dan seterusnya, prinsip-prinsip menabur banyak untuk menuai banyak, dan memberi dengan sukacita berdasarkan kenyataan bahwa Tuhan mengasihi orang yang memberi dengan sukacita dan memungkinkan kita untuk "memberi dengan berkelimpahan". Pemberian semacam itu mengakibatkan tiga hal (2 Korintus 9:10-15).

  1. Memenuhi kebutuhan atau kekurangan orang-orang suci.

  2. Menimbulkan banyak ucapan syukur dan memuliakan Tuhan.

  3. Menghasilkan buah untuk pemberinya (Filipi 4:17).

Jadi, Paulus menunjukkan bagaimana gereja-gereja di Asia dewasa ini bisa beralih dari keadaan "kekurangan uang" kepada "kelimpahan dalam anugerah memberi", dengan kesukaan dan kemurahan yang dialami oleh orang Kristen di Makedonia: dengan sasaran bahwa pekerja-pekerja misi yang dikirim dari persekutuan kepada usaha misi antarbudaya boleh mengalami "persamaan" untuk kehidupan mereka sehingga mereka bisa melaksanakan Amanat Agung. Dengan begitu, gereja yang mengirim mereka beserta gereja yang menerima mereka boleh bersukacita atas buah-buah usaha bersamanya!

Beberapa Teladan dari Asia

Kor Cheng, bekas pendeta Grace Gospel Church di Manila, Filipina, yang menyokong 47 misionaris bangsa Asia yang bekerja di delapan negara Asia pada tahun 1975, menggambarkan langkah-langkah yang diambil oleh gereja untuk mulai melibatkan diri dalam misi. Setelah beberapa berita misi disampaikan dari mimbar dan banyak doa dipanjatkan untuk misi, baik secara bersama maupun secara pribadi, bersama dengan usaha misi dalam berbagai kelas pemahaman Alkitab, dibentuklah sebuah panitia misi. Di samping mengadakan konferensi misi tahunan yang memberikan kesempatan kepada para anggotanya untuk mengikrarkan uang mereka di hadapan hadirat Tuhan, dan hidup mereka juga demi pelayanan misi, panitia misi juga menunjukkan betapa penting dan vitalnya kelanjutan tanggung jawab terhadap keprihatinan misi yang harus berlanggung terus! Inilah tanggung jawab panitia misi: "Dalam tiap gereja perlu dibentuk panitia misi ... dan panitia ini harus bertanggung jawab atas misi asing. Mereka akan mempelajari tentang misi-misi, menelaahnya, berdoa untuknya, dan merangsang persembahan untuknya." Dan Grace Gospel Church tetap menunjukkan bahwa kurangnya keuangan tidak perlu menjadi halangan bagi gereja dan bagi pengutusan pengabar-pengabar Injil antarbudaya.

Dari sudut pandangan Asia, Grace Gospel Church dianggap beruntung, karena gereja ini memunyai banyak orang Tionghoa yang kaya sebagai anggota-anggotanya. Tetapi persembahan semacam itu adalah sesuai dengan kemampuan masing-masing (2 Korintus 8:11-12), dan Tuhan melihat hati para pemberi! Kami tidak mudah melupakan pos kecil Gereja Tengger di Jawa Timur, di mana pada hari Minggu terakhir bersama mereka sebelum kami berangkat ke Filipina, para anggotanya mengumpulkan persembahan yang diberikan kepada kami untuk orang-orang suci yang akan kami datangi! Hasil penukaran uangnya adalah beberapa peso (mata uang Pilipina), yang disampaikan sebagaimana mestinya. Jumlah kecil ini disumbangkan untuk kelangsungan/kelanjutan First Asian Student Missionary Convention! Tuhan menerima kurban yang sekecil apapun demi kerajaan-Nya dan hanya surga sajalah yang akan menunjukkan berapa banyak "uang janda" yang telah disumbangkan untuk membawa Injil lewat rintangan-rintangan kepada orang-orang yang belum diinjili.

Halangan-halangan dari dalam yang menghambat gereja-gereja Asia memenuhi tugas mereka dalam penginjilan antarbudaya adalah sesuatu yang nyata. Namun bukan berarti halangan-halangan tersebut tidak dapat diatasi. Jika gereja-gereja di Asia menjunjung tinggi Alkitab dalam semua perkara iman, perilaku, kehidupan gereja, dan kalau mereka mulai memohon dengan sungguh-sungguh agar Tuhan membangunkan kerohaniannya, berdoa untuk pekerja-pekerja, belajar menaati Tuhan, dan bekerja sama dengan-Nya dalam pemberian yang penuh pengorbanan untuk mengutus keluar pengabar-pengabar Injil antarbudaya, maka Tuhan akan menjawab doa-doanya, gereja-gereja akan dibangunkan, halangan-halangan akan diatasi, pekerja-pekerja akan bisa dilipatgandakan, dan keuangan akan melimpah demi tugas yang belum selesai ini!

Diambil dan disunting seperlunya dari:

Judul buku : Merencanakan Misi Lewat Gereja-Gereja Asia
Penulis : David Royal Brougham
Penerbit : Yayasan Gandum Mas, Malang 2001
Halaman : 136 -- 138

e-JEMMi 28/2009